Ahmad Noe’man Perancang Masjid Kampus Pertama di Indonesia

1197

Dalam riwayat hidupnya lulusan SMA Muhammadiyah Yogyakarta itu menempuh pendidikan di Fakultas Teknik Universitas Indonesia (kemudian menjadi Institut Teknologi Bandung). Sempat direkrut menjadi perwira TNI dengan pangkat Letnan Dua dalam tugas membela negara pasca proklamasi kemerdekaan. Ia mengundurkan diri sebagai tentara karena ingin kembali ke kampus menuntut ilmu di ITB pada jurusan Teknik Arsitek.

Beliau dipercaya menjadi salah satu Ketua/Pembina Yayasan Universitas Islam Bandung (Unisba). Dalam suatu kesempatan Ahmad Noe’man mengutarakan, jangan terjadi pemborosan dalam membangun masjid. Ia kurang setuju masjid yang terlalu mewah.  Menurutnya, akan lebih bermanfaat jika uang untuk itu disalurkan buat keperluan lain yang bermanfaat bagi umat. Baginya, setiap masjid yang dibuat gambar arsiteknya, masjid besar ataupun kecil, yang penting semoga bisa mengalirkan manfaat bagi umat.

Pria yang dikaruniai 4 orang anak dari pernikahannya dengan Hj. Kurniasih itu menekuni profesi arsitek dengan lurus, bersih, dan profesional. Ia tidak memanfaatkan keahlian dan nama besarnya untuk memperkaya diri sendiri atau mengejar kedudukan dan jabatan. Suatu hal yang mengesankan dari almarhum, perusahaan jasa konsultan arsitek yang didirikannya tidak tertarik ikut-ikut tender proyek pemerintah. Persaingan tidak sehat, apalagi menutup rezeki orang, sangat dihindarinya, “Kami ingin agar pekerjaan kami lebih berkah” ujarnya dalam sebuah wawancara media.

Tokoh berintegritas dan memiliki jiwa dakwah itu adalah sosok panutan yang langka. Sepanjang hidupnya ia memberi kontribusi terhadap dakwah dan kerja mengharumkan Islam. Salah satu buku yang disusunnya sebagai akademisi dan sekaligus praktisi berjudul The Mosque as A Community Development Centre.

Ahmad Noe’man memperoleh penghargaan Satyalencana Kebudayaaan dari Pemerintah. Arsitek kenamaan itu telah pergi, tetapi amal dan karyanya takkan hilang selamanya. Menurut hemat penulis, Ahmad Noe’man layak memperoleh Bintang Mahaputra dari negara. Adalah kewajiban pemerintah menganugerahkan tanda jasa yang layak kepada putra terbaik bangsa yang telah memberikan darma-bakti dan karya luar biasa yang bermanfaat bagi masyarakat.

Sepanjang hidupnya beliau telah menaburkan idealisme dan kepeloporan yang menjadi teladan bagi anak-anak bangsa untuk berkarya. Keteladanan yang ditinggalkan Ahmad Noe’man diharapkan menginspirasi generasi muda di tengah resesi moral leadership dan gejala pudarnya harga diri bangsa belakangan ini. Seperti dituturkan putranya Ir. Fauzan Noe’man yang mengikuti jejak ayahandanya sebagai arsitek, almarhum berpesan kepada anak-anaknya agar menjadi Muslim yang utuh.

Saya mengutip kalimat doa almarhum yang diucapkan dalam Khutbah Idul Fitri 1410 H/1990 di ITB, “Jadikanlah para pemimpin, dosen, karyawan dan mahasiswanya menjadi manusia-manusia yang makin dekat pada-Mu lewat ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang mereka pelajari. Jadikanlah mereka ulil albab, seperti yang Engkau sendiri sebut di dalam Al Quran itu. Sehingga mereka menjadi pribadi-pribadi yang mampu mensyukuri nikmat dan anugerah yang Engkau berikan.”

Dalam khutbah Ied tahun 1990 yang berjudul “Menata Masa Depan”,  Ahmad Noe’man berpesan agar umat Islam memiliki optimisme di abad yang penuh tantangan ini. Pesan beliau, “Sebagai kaum Muslimin, kita memang meyakini bahwa apa dan bagaimana pun yang akan terjadi pada masa depan, pada akhirnya yang akan jadi penentunya adalah Allah SWT. Akan tetapi orientasi pandangan masa depan kita, sebagaimana yang telah diajarkan oleh Al Quran: wa lal aakhiratu khairul laka mina uulaa, jadikan masa depanmu lebih baik dari kehidupanmu kini, membuat kita, tidak bisa tidak, harus mampu mengantisipasi berbagai hal dan kecenderungan masa datang.”

Semoga amal shaleh, dakwah, dan goresan pena almarhum Ir. Ahmad Noe’man dibalas Allah Swt. dengan surga dan keridhaan-Nya. []

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here