AH Nasution: Tuhan Maha Besar! 

1824

Peringatan Almarhum Mertua Nasution

Dalam buku DR. A. H. Nasution Memenuhi Panggilan Tugas yang terbit tahun 1987, Nasution menceritakan ia tidak mempunyai firasat akan terjadinya musibah tanggal 1 Oktober 1965 itu.

“Namun ada pada istri saya berupa peringatan almarhum mertua saya dalam mimpinya tentang kewaspadaan terhadap sesuatu,” tulis Nasution.

Kemudian ia dan istrinya mendengar hal-hal yang sama pada orang-orang lain.

“Seorang teman dekat, kalau tidak salah Nyonya Sajiman, telah melihat bahwa istri saya mengantarkan Ade pergi dalam pakaian putih bersih,” tulis Nasution.

Ia mengungkapkan pada bulan-bulan terakhir Ade memang agak lain dari biasanya. Ini kesimpulan Nasution dalam renungan kemudian. Kalau Nasution sembahyang Ade suka memandangi dirinya.

“Kalau sudah selesai, ia suka meminjam sajadah saya dan ia sembahyang mencontoh saya. Jika ada minuman saya di meja, ia suka meminta meminumnya,” tulisnya.

Di kamar tidur Nasution terdapat kursi malas, terbentang di ujung kursi tempat tidur. Kalau dia malam-malam membaca di kursi malas itu, Ade tidur mendekat ke tempat kursi malas itu.

Menurut Nasution, Ade tertarik kepada tentara. Setelah Ade berkali-kali meminta, maka Nasution memberikan seragam Kowad (Korps Wanita Angkatan Darat) kepadanya dengan pangkat kopral (kelak seragam itu digantung di museum Yani dan di museum taruna Akabri).

Ade selalu tertarik kepada bintang-bintang yang dimiliki ayahnya, yang dewasa itu ada lebih kurang 30 buah. Ia ingin memakainya.

Kamis sore 30 September 1965 Nasution membereskan kamar kerja di rumah. Tanda mata yang baru dibawanya dari Polandia sedang berceceran. Sebagian barang-barang dari kamar kerja dipindah ke belakang.

“Ade sibuk sekali membantu saya dan mulutnya terus saja ngomong, ada saja pertanyaannya, maklumlah anak usia lima setengah tahun. Kemudian saya dengar bahwa pada sore itu ia minta dimandikan oleh koki kami dan supaya disabuni dan dibersihkan dengan sungguh-sungguh,” tulis Nasution.

Ia mengemukakan, jika merenungkan kejadian 1 Oktober 1965, maka dia sering berpikir , kalau dia diajak bicara oleh Cakrabirawa, seperti Jenderal Yani, kemudian ditembak, maka nasibnya kurang lebih sama.

“Tuhan masih melindungi saya dengan cara Cakrabirawa yang terus menembak dan dengan cara istri saya yang terus mengunci pintu, menahan pintu dengan badannya, pintu sedang ditembaki. Memang Tuhan Maha Besar, pelor-pelor Cakrabirawa yang ditembakkan dari depan pintu persis mengelilingi tubuhnya, hanya ada rambut yang terputus dan ada goresan di dalamnya oleh peluru yang menyerempet badannya. Tuhan Maha Besar!” tulis Nasution.

Di buku DR. A. H. Nasution Memenuhi Panggilan Tugas Nasution juga menyinggung intuisi wanita lebih tajam daripada intuisi laki-laki.

“Intuisi wanita lebih tajam daripada intuisi laki-laki. Begitu pula ketika saya telah di atas tembok, untuk melompat ke pekarangan Kedutaan Irak, sambil ditembaki dari Jalan Teuku Umar. Saya memandang ke belakang dan melihat Ade digendong oleh Mardiyah, badannya berlumuran darah, intuisi istri saya tepat. Saya ragu-ragu untuk terus lari, naluri saya menyuruh saya untuk kembali ke anak saya dan membelanya. Tapi Sunarti tegas-tegas menyuruh saya pergi, karena katanya: “Mereka datang untuk membunuh kamu dan kamu perlu berjuang terus,” tulis Nasution. (Arif Rahman Hakim)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here