Agama dalam Kehidupan Masyarakat Indonesia

806

Sumber Kemajuan

Bagi ahli sosiologi agama Indonesia, Prof Mukti Ali, agama sebagai refleksi iman terbukti tidak hanya dalam ucapan keyakinan dan iman saja, tetapi agama juga merefleksikan sejauh mana iman itu diungkapkan dalam kehidupan dunia ini  (Ali, 1981: 330). Menurut pemikir perbandingan agama dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta tersebut bahwa agama bagi kehidupan manusia berfungsi sebagai faktor motivatif, kreatif, sublimatif, dan integratif.

Agama dalam konteks sosiologis berfungsi dalam membangun kehidupan yang positif. Weber (1959) bahkan secara khusus memperkenalkan penelitiamnya tentang “The Protestant Ethic and The Spirit of Capitalism”, etika dan gagasan puritan pada kaum  Bahwa etos kerja keras dan hemat yang dimiliki golongan Protestan telah mendorong untuk meraih hidup sukses di dunia menuju kehidupan di alam akhirat kelak.

Ajaran Calvinisme Protestan yang diteliti Weber  mendorong untuk memusatkan diri pada pekerjaan duniawi dan pada saat yang sama juga mewujudkan kehidupan asketik sederhana, rajin beribadah, dan hidup hemat. Dalam temuan Weber bahwa penekanan pada sikap hidup kreatif dan kerja keras berkombinasi dengan tututan agar menjalankan orientasi hidup asketik, suatu orientasi hidup yang khas bagi agama puritan Calvinis yang memberikan kesempatan dorongan bagi etos kapitalisme.

Agama bagi kehidupan bangsa Indonesia dapat dijadikan  sebagai sumber nilai pedoman hidup, panduan moral, dan etos kemajuan. Nilai-nilai agama dapat menumbuhkan etos keilmuan, orientasi pada perubahan, kesadaran akan masa depan yang lebih baik, pendayagunaan sumberdaya alam secara cerdas dan bertanggungjawab, inovasi atau pembaruan, kebersamaan dan toleransi, disiplin hidup, kemandirian, serta hal-hal lain yang membawa pada kemajuan hidup bangsa. Nilai-nilai agama juga dapat mengembangkan relasi sosial antara laki-laki dan perempuan yang adil tanpa diskrimansi, serta hubungan antarumat manusia yang berkeadaban mulia. Dengan nilai-nilai agama itu, bangsa Indonesia dapat menjalani kehidupan di abad moderen yang membawa pada keselamatan dunia dan akhirat.

Agama dalam konteks berbangsa dan bernegara tentu harus menyatu dalam jiwa, pikiran, dan praktik hidup elite dan warga. Para elite negeri di manapun berada, termasuk di legislatif, eksekutf, dan yudikatif mesti menghayati setiap agama yang dipeluknya sekaligus menjadikan agama sebagai fondasi nilai yang esensial dan fundamental dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tanpa harus dihantui oleh paham sekularisme negara.

Indonesia memang bukan negara agama, tetapi agama menjad sumber nilai penting, sekaligus tidak boleh menjadikan negeri ini menjadi sekuler. Berbagai macam krisis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk merebaknya korupsi, kemaksiatan, dan ketidakadilan antara lain karena lepasnya nilai agama dari kehidupan kebangsaan dan kenegaraan. (Sumber: Suara Muhammadiyah)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here