Abu Ayyub Kritik Kebijakan Pemindahan Ibu Kota pada Masa Ali bin Abi Thalib

1697

Di sisi lain, saat melakukan persiapan untuk berangkat ke Kufah, Ali mendapatkan kabar bahwa pasukan Aisyah, Thalhah bin Ubaidillah, dan Zubair bin Awam telah sampai di kota Bashrah untuk mencari pembunuh Utsman. Awalnya kelompok Aisyah berangkat ke Bashrah adalah untuk melakukan audiensi dengan gubernur Bashrah saat itu, yaitu Ustman bin Hunaif.

Sayangnya, rencana audiensi itu berubah menjadi peperangan tatkala muncul provokasi dari seorang bernama Jalabah. Peperangan tersebut membuat Utsman bin Hunaif, sang gubernur terbunuh. Ali pun berangkat ke Bashrah dengan membawa sekitar 10.000 pasukan, dan perang Jamal antara kelompok Ali dan Aisyah pun tak bisa dibendung.

Setidaknya ada tiga alasan Ali bin Abi Thalib memindahkan ibu kota pemerintahan dari Madinah ke Kufah berdasarkan catatan Muhammad as-Shalabi dalam bukunya “Asmal Mathalib fi Siirati Amiril Mukminin Ali bin Abi Thalib”:

Pertama, merebaknya fitnah dan kabar bohong di penjuru kota Madinah setelah terbunuhnya Utsman bin Affan. Ali bin Abi Thalib menjadikan pemindahan ibu kota sebagai solusi agar pemerintahan tetap aman dan kondusif, serta terbebas dari segala fitnah dan kekacauan (chaos) yang tengah berkembang di Madinah, walaupun pada akhirnya justru Ali bin Abi Thalib yang terbunuh atas pemberontakan Ibnu Muljam setelah tinggal di Kufah.

Kedua, kota Madinah tidak lagi memiliki unsur penting sebagaimana kota-kota besar lain yang masuk dalam pemerintahan Islam pada saat itu. Dalam hal ini tidak jelas disebutkan unsur penting apa yang dimaksud, mungkin unsur penting yang dimaksud dalam hal ini adalah berupa situasi yang kondusif, potensi pemasukan uang negara, dan sumber daya manusia, hal ini sebagaimana disebutkan Ali dalam percakapan di atas.

Ketiga, kota Kufah menjadi ibu kota pengganti merupakan salah satu siasat politik Ali bin Abi Thalib untuk mengamankan dan mengawasi (calon) musuh politiknya, Muawiyah dan kelompoknya.

Di luar tiga hal itu, pemindahan ibu kota adalah hal wajar jika memang benar-benar diperlukan. Tidak hanya negara pada masa pemerintahan Ali saja, khalifah Bani Umayyah dan Abbasiyah juga tercatat pernah melakukan pemindahan ibu kota, begitu juga beberapa negara modern saat ini.

Mengkritik boleh, sebagaimana kritikan Abu Ayyub kepada Ali, tapi tentu secara profesional dan proporsional sebagaimana yang telah dicontohkan juga oleh sikap Abu Ayyub tersebut.

Wallahu a’lam bish shawab..

(Dikutip dari: Islami.co)

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here